"Laskar Pelangi" Dari Dayeuhluhur


Bagaimana menyebarkan semangat dan sikap optimisme warga akan cinta, bangga, dan mau mengembangkan kampung halamannya menjadi "magnet"? Jawabannya, tirulah apa yang dilakukan Komunitas DOF.

Komunitas yang beranggotakan warga asal Dayeuhluhur, Cilacap, dan bergabung di jejaring sosial ini, tidak perlu mengeluarkan banyak kata-kata atau janji seperti yang sering dilakukan para politisi saat menjelang pilkada. Cukup dengan mengajak warga untuk "nobar" (nonton bareng) film "Laskar Pelangi" karya Riri Riza.



Hasilnya, cukup membakar spirit mereka. Warga bukan hanya sadar dengan potensi yang dimiliki kampungnya, tetapi juga mulai berpikir dan menggalang persatuan untuk memperbaiki, mengembangkan, dan memajukan kampungnya. "Bahasa gambar dan pesan yang disampaikan lewat seni, biasanya lebih langsung mengena daripada berkata-kata," ujar Carsa, salah seorang anggota Komunitas DOF.

Kegiatan "nobar" yang digelar Komunitas DOF memang bertujuan untuk menggugah kembali kesadaran warga setempat. Terlebih karena letak kampung Dayeuhluhur berada di wilayah yang kurang menguntungkan. Secara kultur dan budaya masih berbasis kultur dan budaya Sunda (Jawa Barat), tetapi secara administratif berada di wilayah Jawa Tengah. "Kalau bukan kita yang mengingatkannya, mungkin mereka tidak merasa ada yang berubah. Kecuali merasa kesulitan saat akan mengurus berbagai keperluan administrasi," ujar Hanum Sujana, anggota DOF.

Komunitas DOF beranggotakan sebagian besar para pria yang peduli terhadap Dayeuhluhur. Mereka sebenarnya sudah lama "keluar" dari kampung asal kelahirannya dan mengembara ke berbagai kota. Namun berkat jejaring sosial, satu sama lain dapat bertemu kembali. Bahkan mungkin, dulunya tidak kenal satu sama lain tetapi setelah menjadi anggota DOF jauh lebih militan rasa kepemilikannya terhadap Dayeuhluhur.

Seperti yang dirasakan Nana Suryana, pengusaha yang bergerak di bidang hiburan ini mengaku merasa bangga bisa mendukung kegiatan DOF. Terutama saat mengadakan nobar film "Laskar Pelangi". "Kalau sendirian kan sulit, tetapi dengan kebersamaan begini saya senang bisa ikut menggerakkan warga untuk mengembangkan kampung secara bersama," ujarnya.

Sama halnya sindrom yang dirasakan semua orang, kecenderungan akrab di ruang maya tidak senyata di ruang nyata, terjadi juga di komunitas ini. Hanum menggambarkan, kekakuan yang sempat terjadi saat anggota komunitas ini bertemu kopi darat pertama kali. Namun, kekakuan itu menjadi cair setelah membicarakan kampung halaman tercinta.

"Mungkin karena itulah persoalan yang mendasari kita bisa saling bertemu seperti ini sehingga saat kekakuan tak bisa dielakkan pun, eh... malah langsung cair saat harus kerja bareng," ujar Hanum.

Belum ada sekretariat dunia nyata bagi anak-anak muda "Laskar Pelangi" dari Dayeuhluhur ini. Meskipun demikian, diskusi hangat tentang topik-topik seputar kampung tetap menjadi perbincangan menarik di jejaring sosial mereka. Bahkan semua rencana dan program pun dibicarakan di dunia maya tersebut.

Satu lagi teori komunikasi terbukti. Siapa yang menguasai dunia informasi, maka ia akan menjadi magnet. (Eriyanti/"PR")***


Ditulis oleh: Eriyanti/Pikiran Rakyat

Posting Komentar untuk ""Laskar Pelangi" Dari Dayeuhluhur"