Komunitas DOF (Dayeuhluhur On Facebook) Terbentuk Karena Termarjinalkan

Sejumlah anggota Dayeuhluhur on Facebook (DOF) berfoto di sela-sela kegiatan mereka beberapa waktu lalu. Komunitas ini beranggotakan orang-orang asal Kec. Dayeuhluhur, Kab. Cilacap yang berdomisili di mana pun, dengan jumlah anggota lebih dari delapan ratus orang.

Ulubiung Riung Mungpulung
Urun Rembug Warga Dayeuhluhur
Keur Kamajuan Lemah Cai

Begitulah tulisan yang tertera dalam kaos sejumlah anak muda yang tergabung dalam Komunitas DOF (Dayeuhluhur On Facebook) saat mengadakan kegiatan "Ngarumat Lembur" di tanah kelahirannya, Kec. Dayeuhluhur, Kab. Cilacap. Mereka berdatangan dari berbagai daerah dengan tekad yang sama, ngahudangkeun (membangunkan) kembali rasa bangga dan cinta masyarakat Dayeuhluhur terhadap kampung halamannya.

DOF berdiri setahun lalu (2009) ketika Anto, seorang karyawan perusahaan telekomunikasi asal Dayeuhluhur, Cilacap, mencari teman sesama satu daerah di sebuah jejaring sosial. Lama kelamaan, pertemanan itu berkembang. Setelah mereka saling berdiskusi di dunia maya, akhirnya terbentuklah DOF. Dayeuhluhur On Facebook, komunitas yang beranggotakan orang-orang asal Kec. Dayeuhluhur, Kab. Cilacap yang berdomisili di mana pun.

"Awalnya anggota DOF hanya enam belas orang. Sekarang sih sudah delapan ratus orang lebih. Mereka berasal dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, karyawan swasta, sampai pengusaha," ujar Hanum Sujana, anggota DOF.

Saat itu, anggota DOF sengaja berkumpul untuk bertemu "PR", di RM Mergosari. Sebuah rumah makan yang dikelola oleh warga asal Dayeuhluhur, Cilacap. "Ah... ini sih hanya ekspresi kecintaan kita saja pada daerah. Padahal kan banyak tempat makan seperti ini," ujar Hanum. Saat itu hadir pula Nana Suryana (pengusaha swasta), Carsa (karyawan swasta), Anto (karyawan swasta), dan Yodha Siswanto (mahasiswa). Hanum sendiri adalah pekerja desain.

Termarginalkan

Kec. Dayeuhluhur terletak di daerah perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Tepatnya berada di Kab. Cilacap dengan jarak tempuh 120 kilometer dari Cilacap dan 12 kilometer dari Banjar. Namun karena dipisahkan oleh Sungai Cijolang, kecamatan ini secara administratif berada di wilayah Jawa Tengah. Dengan demikian, segala urusan dan peraturan perkotaan memusat ke Jawa Tengah.

"Kalau kita mau mengurus keperluan administrasi bisa memakan waktu tiga hari. Selain infrastruktur jalan buruk, banyak hal yang membuat warga Dayeuhluhur termarginalkan," ujar Hanum.

Parahnya, secara budaya, mereka seratus persen masih menggunakan bahasa Sunda. Bahkan, nama-nama orang dan daerah serta kesenian yang berkembang pun seni dan budaya Sunda. Namun karena secara adminsitratif berada di Jawa Tengah, lambat laun bahasa, seni, dan budaya ini mulai terkikis.

Hanum mencontohkan pelajaran muatan lokal (mulok) bahasa Sunda. Dulu, kata dia, mulok bahasa Sunda diberikan sejak SD, baru setelah SMP muloknya berubah menjadi bahasa Jawa. Namun sekarang, mulok SD juga sudah bahasa Jawa.

Begitu juga dalam berkesenian. Tahun 1990-an masih banyak warga masyarakat yang nanggap kesenian Sunda, seperti wayang golek, jaipongan, atau lainnya saat hajatan. Akan tetapi, sekarang sudah tergeserkan oleh organ tunggal atau pop dangdut. "Ini memprihatinkan sekali. Bagaimana pun lembur kita itu Sunda, tetapi karena secara administratif harus keluar dari Sunda, masak harus hilang identitasnya," ujar Carsa.

Keadaan memprihatinkan juga terjadi pada sarana dan prasarana umum. Jalan-jalan sebagai akses yang menghubungkan perekonomian ataupun sosial antar-kota kecamatan, jauh untuk dikatakan baik. Besar kemungkinan terjadi karena posisinya yang jauh dari pusat kekuasaan (Kab. Cilacap) dan lebih dekat ke Kab. Banjar. "Ku Cilacap terlupakan, ku Banjar oge, dan bukan berada di wilayah administratifnya. Jadi serbaseadanya, akses media pun hanya televisi dan radio. Bahkan telefon kabel pun belum ada," ujarnya menambahkan.

Padahal, bila merunut asal usul, Dayeuhluhur berkaitan dengan Galuh di Ciamis. Bahkan bila melihat nama-nama daerahnya pun sangat kental dengan kesundaan, seperti Desa Cigalumpit, Ciparahu, Cimandaway, dan masih banyak lagi.

Berangkat dari semua keprihatinan itulah, warganya yang kini sudah tersebar luas di berbagai kota berurun rembug bersama di dunia maya sampai akhirnya terbentuklah DOF. Jadi, kata Carsa, DOF itu dilandasi dengan pemikiran dan keinginan yang sarat idealis.

"Tapi insya Allah, kita melangkah berdasarkan kenyataan saja dulu. Apa yang tampak di depan mata dan kita mampu mengerjakannya, kita kerjakan," ujar Hanum.

Disambut

DOF tidak hanya dimiliki warga Dayeuhluhur di dunia maya, tetapi juga di dunia nyata. Ada dua orang anggota DOF yang tinggal di "lembur" Dayeuhluhur, namanya Sholeh Muttaqin dan dari Purwokerto Abah Endom Kustomo. Kedua orang ini sangat berarti dalam menggerakkan orang-orang lembur untuk bergiat turut serta mengembangkan kampung halaman.

Seperti saat digelar kegiatan "Ngarumat Lembur" dan penayangan film "Laskar Pelangi". Hampir dua ratus orang lebih terlibat dalam kegiatan itu dan merasa berkepentingan dengan kampungnya. Malah jadi terbalik, saat warga Dayeuhluhur perantau datang ke kampung untuk mengadakan bakti sosial dan membersihkan kampung, warga setempat sudah lebih dulu mengerjakan.

Semua itu, Hanum yakin, karena spirit yang diberikan kedua penggerak DOF di lapangan. Hanum mengakui, termasuk juga Anto selaku pencetus, bahwa keberadaan DOF tugas utamanya adalah membangkitkan kembali semangat mikanyaah lembur kepada warganya. Dan itu cukup berhasil, bahkan di luar perkiraan sebelumnya.

"Saya sendiri sih tidak menyangka akan jadi sebesar ini. Tetapi karena ternyata perasaan kita sama, merasa prihatin dan ingin mengembangkan kembali potensi yang ada di lembur, akhirnya bisa seperti ini," ujar Anto menambahkan.

Pekerjaan berikutnya bagi DOF adalah mengadakan kegiatan-kegiatan strategis untuk mengedepankan kembali kampungnya. Salah satunya adalah memopulerkan kawasan wisata, potensi kuliner, dan hasil pertanian. Hal itu baru akan dapat tercapai bila ada perhatian dari pemerintah dalam memenuhi sarana dan prasarana kota, terutama jalan.

Mimpi besarnya adalah menuntut pemekaran berdirinya Kab. Majenang yang terdiri atas enam kecamatan, Dayeuhluhur, Majenang, Karangpucung, Wanareja, Cimanggu, dan Cipari (wilayah Damangkawaguci). Hal itu agar akses kota kecamatan ke kabupaten tidak terlalu jauh dan pengembangan kota dapat lebih tertata.

Selain itu, DOF juga bercita-cita mendatangkan investor ke kampungnya. Sebab, menurut Hanum, bila potensi daerah dikedepankan dan didukung dengan sarana transportasi yang baik, bukan tidak mungkin kampung diarahkan pada pengembangan potensi wisata. Untuk merealisasikan itu, kehadiran investor sangat dibutuhkan.

"Alhamdulillah, untuk dua kegiatan ngarumat lembur dan nonton bareng yang kita gelar sudah ada dua sponsor yang mendukung. Kalau kegiatan kita jelas dan memberi peluang pada pengembangan perekonomian kota, bukan tidak mungkin ada investor yang masuk," ujar Hanum optimistis.

Apalagi Dayeuhluhur juga memiliki potensi alam yang cantik, seperti Curug Cimandaway di Desa Datar, gua Jepang "Basma", dan potensi perkebunan kopi. Sungainya pun sangat potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan rafting (arung jeram). Sementara potensi perjalanan jurusan Bandung - Dayeuhluhur juga cukup potensial.

Nah, bagi pembaca yang ingin bergabung, cukup menambahkan diri (add) sebagai anggota ke dayeuhluhur on facekbook. (Eriyanti/"PR")***

Ditulis oleh: Eriyanti Pikiran Rakyat

Posting Komentar untuk "Komunitas DOF (Dayeuhluhur On Facebook) Terbentuk Karena Termarjinalkan"