Repost: Menyelamatkan Gondang Buhun dari Kepunahan

Grup gondang buhun asal Kampung Kuta Desa Karangpaningal Tambaksdari Ciamis hasil revitalisasi saat penampilan perdana di Alun-Alun Tambaksari Ciamis Selasa (24/9) sore
Postingan ini Repost dari web Tribun Jabar berupa cached copy karena postingan aslinya link sudah tewas. 

SENI gondang buhun di Kampung Adat Kuta, Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, Kabupatan Ciamis, merupakan satu-satunya seni gondang yang masih tersisa di Tatar Galuh. Kondisinya terancam punah karena sudah tidak ada lagi generasi muda yang berminat untuk melanjutkannya.

Untunglah, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jabar, lewat Balai Taman Budaya Jawa Barat, melalui program revitalisasinya berhasil menyelamatkan gondang buhun Kampung Adat Kuta dari ancaman kepunahan.

"Program revitalisasi gondang buhun ini sudah berlangsung sejak tiga bulan lalu dan berhasil melahirkan dua grup baru dari generasi yang lebih muda. Semuanya berasal dari Kampung Adat Kuta," ujar Kabid Kebudayaan Disbudpar Ciamis, Drs Agus Yani, kepada Tribun pada acara helaran penampilan gondang buhun hasil revitalisasi di Alun-alun Kecamatan Tambaksari, beberapa hari lalu.

Menurut Ketua Adat Kampung Kuta, Karman, seni gondang buhun di Kampung Adat Kuta tersebut merupakan seni tradisi yang sudah berlangsung turun-temurun sejak ratusan tahun lalu semenjak zaman Kerajaan Galuh yang diwarisi dari leluhur Kampung Kuta.

Gondang buhun selalu menjadi penampilan wajib setiap ritual nyuguh yang digelar pada pekan terakhir bulan Safar (menjelang bulan Maulud). Tradisi nyuguh ini merupakan ritual adat Kampung Kuta setiap bulan Safar yang selalu digelar disisi Sungai Cijolang, perbatasan Jabar-Jateng.

Tradisi nyuguh lahir dari sejarah, ketika warga Kampung Adat Kuta hendak melepas prajurit balatentara Kerajaan Pajajaran yang hendak menyeberang ke Sungai Cijolang menuju Kerajaan Majapahit di tanah Jawa.

"Para parajurit Pajajaran tersebut tidak hanya disuguhi makanan berupa ketupat dan makanan lainnya. Tetapi juga disuguhi penampilan seni gondang," ujar Karman.

Sejak itu, seni gondang menjadi penampilan pembuka setiap ritual nyuguh. Paling tidak, seni gondang ini tampil sekali setahun, yakni saat setiap ritual nyuguh tersebut, yang penampilannya jauh dari kesan sebagai seni hiburan, tapi lebih sebagai seni yang berbau spritual dengan lengkingan kawih dari lirik yang berisi petuah dan nasihat bagi anak negeri.

"Penampilan seni gondang ini lebih berkaitan dengan ritual adat di Kampung Kuta yang bersifat sakral. Adanya hanya di Kampung Kuta untuk keperluan adat," kata Karman.

Mengikuti perkembangan zaman, gondang buhun ini pun ditampilkan tidak hanya pada acara ritual nyuguh, tetapi juga ketika warga Kampung Adat Kuta menggelar hajat pernikahan yang menggunakan tenda atau balandongan.

"Sebelum tenda atau balandongan digunakan, selepas subuh sekitar pukul 05.00 pagi harus didahului dengan menampilkan seni gondang. Sekarang pun seni gondang buhun dari Kampung Kuta ini mulai diundang tampil ke luar daerah seperti di Bandung, Sukabumi, Purwakarta serta tentunya di Ciami sendiri," ujar Karman.
Dengan seringnya tampil di luar Kampung Kuta, kelompok seni gondang buhun Kampung Kuta ini mulai kerepotan karena pemainnya hanya ada enam orang. Semuanya sudah tua-tua, sehari-hari berprofesi sebagai petani sekaligus ibu rumah tangga. Jadi repot bila harus tampil di luar Kampung Kuta. Keenam pemain (semua perempuan) tersebut tidak hanya berperan sebagai pemegang alu untuk dpukulkan ke lisung (gondang), tetapi juga merangkap sebagai juru kawih (sinden).

"Pemainnya semua perempuan mulai Mak Idar, Darsiti, Sariyi, Kartini, Engkan, dan Darsiwi. Semuanya  sudah berusia di atas 50 tahun, sudah tua-tua. Makanya sejak tiga bulan lalu, provinsi (maksudnya Dibudpar Jabar) melatih dua kelompok lagi, semuanya masih muda-muda," kata Karman.

Kedua kelompok yang dilatih melalui program revitalisasi gondang buhun Kampung Adat Kuta tersebut mewarisi langsung seni gondang buhun dari seniornya, Idar cs, baik tata gerak panutugan gondang maupun lanjutan kawihnya. Dua grup baru gondang buhun ini adalah Isur cs dan Sati cs, masing-masing grup terdiri atas enam orang.

"Setelah tampil di Alun-lun Tambaksari, kedua grup gondang buhun hasil revitalisasi dari Kampung Adat Kuta ini juga akan ditampilkan di Balai Budaya Jabar di Bukit Dago Selatan, Sabtu (28/9) malam nanti," ujar Siti Afiatun dari Balai Taman Budaya Jabar. (*)

Posting Komentar untuk "Repost: Menyelamatkan Gondang Buhun dari Kepunahan"