Dayeuhluhur, Akankah Tetap Tenjadi Sentra Produk Gula Aren

Daerah Cilacap sudah lama terkenal sebagai daerah sentra produksi gula merah, baik gula merah yang berasal dari nira pohon aren maupun kelapa. Produksi gula kelapa lebih banyak berada di daerah pesisir. Sedangkan gula aren berada di daerah-daerah yang di dominasi oleh pegunungan.

Salah satu Kecamatan pengahasil gula merah yang berasal dari air nira pohon aren adalah desa Dayeuhluhur. Sebuah Kecamatan yang berada di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat. Kecamatan Dayeuhluhur memang secara geografis terletak di kaki pegunungan. Namun produksi gula aren dari Kecamatan Dayeuhluhur selama 9 tahun terakhir terus mengalami penurunan. Ini terjadi karena banyaknya penebangan pohon kelapa yang diambil sari patinya untuk dijadikan tepung sagu. Sementara pohon pengganti yang ditanam belum membuahkan hasil.


"Banyak pohon aren yang ditebang untuk diambil sagu oleh warga. Hingga produksi sekarang
sudah berkurang sekali," ujar Abdul Jalil, salah satu pengepul gula aren di Dayeuhluhur
kemarin (29/1). Ia mengatakan, penurunan ini terlihat dari pasokan petani gula aren yang ditampung bandar disana. Saat ini gula yang masuk ke bandar sehari hanya mencapai 1,5 kwintal saja. Jumlah ini menurun jauh dibandingkan beberapa tahun yang lalu dimana seorang bandar bisa menerima 3 hingga 5 kwintal gula aren dari petani setempat. "Kalau dulu bisa 3 hingga 5 kwintal gula masuk kebandar. Sekarang paling satu setengah kwintal," katanya.

Hal serupa juga diutarakan bandar gula lainnya Lili. Menurutnya, penurunan produksi ini mempengaruhi kemampuan bandar untuk memenuhi permintaan. Mereka mengaku kesulitan untuk memenuhi permintaan gula aren yang banyak datang dari Provinsi Jawa Barat. "Sekarang sulit ngirim sesuai permintaan mereka," ungkapnya.

Dalam seminggu, lanjutnya ia hanya bisa mengirim 3 hingga 5 kwintal gula aren ke Cirebon dan Bandung. Sementar permintaan dari berbagai daerah lain banyak yang tidak ia penuhi karena minimnya produksi dari petani setempat. "Kalau permintaan dari mereka sih besar. Kalau kita ada 1 ton pun mereka bisa nampung. Hanya disini tidak ada barangnya," katanya.

Gula tersebut, perbonjor atau setara 1 kilo gula aren dibeli dengan harga Rp 7 ribu. Dalam satu bonjor tersebut berisi sekitar 10 lempeng gula aren. Harga ini juga sering mengalami perubahan tergantung pada cuaca. Jika musim hujan, harga cenderung turun karena hujan mempengaruhi mutu gula aren. "Kalau hujan gula sering kali terlalu lama dipetani karena sulit untuk membawa ke bandar. Cuaca terlalu basah juga membuat gula jadi cepat layu dan kualitas menurun," terangnya.

Jika ini terjadi, maka ia akan mengalami kesulitan untuk memenuhi permintaan. Ini karena minimnya gula aren yang ia dapatkan dari petani serta kualitas gula yang menurun. Hingga sering kali ia memilih untuk tidak mengirim keluar daerah dan hanya untuk pasar lokal Dayeuhluhur dan sekitarnya. "Kalaupun ada barang kualitas juga kurang bagus hingga mau ngirimpun pikir-pikir," tandasnya. (Haryadi/Fadli)




Silahkan post comment anda, apabila anda tidak memiliki account Blogger atau account Google/Gmail silahkan pilih profile Anonymous dan cantumkan juga nama anda

Posting Komentar untuk "Dayeuhluhur, Akankah Tetap Tenjadi Sentra Produk Gula Aren"